Umar bin Abdul-Aziz ,bergelar Umar II, lahir pada tahun 63 H / 682 – Februari 720; umur 37–38 tahun)[1] adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 (umur 34–35 tahun) sampai 720 (selama 2–3 tahun). Tidak seperti khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia bukan merupakan keturunan dari khalifah sebelumnya, tetapi ditunjuk langsung, dimana ia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman.
Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul-Malik. Ibunya adalah Ummu Asim binti Asim. Umar adalah cicit dari Khulafaur Rasyidin kedua Umar bin Khattab, dimana umat Muslim menghormatinya sebagai salah seorang Sahabat Nabi yang paling dekat.
Umar dilahirkan sekitar tahun 682. Beberapa tradisi menyatakan ia dilahirkan di Madinah, sedangkan lainnya mengklaim ia lahir di Mesir. Umar dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak.
Menurut tradisi Muslim Sunni, silsilah keturunan Umar dengan Umar bin Khattab terkait dengan sebuah peristiwa terkenal yang terjadi pada masa kekuasaan Umar bin Khattab.
- "Khalifah Umar
sangat terkenal dengan kegiatannya beronda pada malam hari di sekitar
daerah kekuasaannya. Pada suatu malam beliau mendengar dialog seorang
anak perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin.
- Kata ibu “Wahai anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum terbit matahari”
- Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini”
- Si ibu masih mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”.
- Balas si anak “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.
- Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis itu.
- Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak lelakinya, Asim menikahi gadis itu.
- Kata Umar, "Semoga lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan memimpin orang-orang Arab dan Ajam”.
- Asim yang taat tanpa banyak tanya segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.
682 – 715
Umar dibesarkan di Madinah, di bawah bimbingan Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Ia tinggal di sana sampai kematiannya ayahnya, dimana kemudian ia dipanggil ke Damaskus oleh Abdul-Malik dan menikah dengan anak perempuannya Fatimah. Ayah mertuanya kemudian segera meninggal dan ia diangkat pada tahun 706 sebagai gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid I
715 – 715: era Al-Walid I
Tidak seperti sebagaian besar penguasa pada saat itu, Umar membentuk
sebuah dewan yang kemudian bersama-sama dengannya menjalankan
pemerintahan provinsi. Masa di Madinah itu menjadi masa yang jauh
berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, dimana keluhan-keluhan resmi ke Damaskus berkurang dan dapat diselesaikan di Madinah, sebagai tambahan banyak orang yang berimigrasi ke Madinah dari Iraq, mencari perlindungan dari gubernur mereka yang kejam, Al-Hajjaj bin Yusuf.
Hal tersebut menyebabkan kemarahan Al-Hajjaj, dan ia menekan al-Walid I
untuk memberhentikan Umar. al-Walid I tunduk kepada tekanan Al-Hajjaj
dan memberhentikan Umar dari jabatannya. Tetapi sejak itu, Umar sudah
memiliki reputasi yang tinggi di Kekhalifahan Islam pada masa itu.
Pada era Al-Walid I ini juga tercatat tentang keputusan khalifah yang
kontroversial untuk memperluas area di sekitar masjid Nabawi sehingga
rumah Rasulullah ikut direnovasi. Umar membacakan keputusan ini di depan
penduduk Madinah termasuk ulama mereka, Said Al Musayyib sehingga banyak dari mereka yang mencucurkan air mata. Berkata Said Al Musayyib: "Sungguh
aku berharap agar rumah Rasulullah tetap dibiarkan seperti apa adanya
sehingga generasi Islam yang akan datang dapat mengetahui bagaimana
sesungguhnya tata cara hidup beliau yang sederhana"[2]
715 – 717: era Sulaiman
Umar tetap tinggal di Madinah selama masa sisa pemerintahan al-Walid I dan kemudian dilanjutkan oleh saudara al-Walid, Sulaiman.
Sulaiman, yang juga merupakan sepupu Umar selalu mengagumi Umar, dan
menolak untuk menunjuk saudara kandung dan anaknya sendiri pada saat
pemilihan khalifah dan menunjuk Umar.
Kedekatan Umar dengan Sulaiman
Sulaiman bin Abdul-Malik merupakan sepupu langsung dengan Umar. Mereka berdua sangat erat dan selalu bersama. Pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul-Malik, dunia dinaungi pemerintahan Islam. Kekuasaan Bani Umayyah sangat kukuh dan stabil.
Suatu hari, Sulaiman mengajak Umar ke markas pasukan Bani Umayyah.
- Sulaiman bertanya kepada Umar "Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?" dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih.
- Namun jawab Umar, "Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya".
- Khalifah Sulaiman berkata lagi "Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?"
- Balas Umar lagi, "Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia".
Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan
marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz, namun beliau menerima
dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu.
Menjadi khalifah
Umar menjadi khalifah menggantikan Sulaiman yang wafat pada tahun 716. Ia di bai'at
sebagai khalifah pada hari Jumat setelah salat Jumat. Hari itu juga
setelah ashar, rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan
khalifah baru ini. Khalifah Umar, masih satu nasab dengan Khalifah
kedua, Umar bin Khattab dari garis ibu.
Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan mengkondisikan negaranya seperti saat 4 khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin)
memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah
dengan 4 khalifah pertama itu. Gajinya selama menjadi khalifah hanya 2
dirham perhari[3]
atau 60 dirham perbulan. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki
beliau dengan Khulafaur Rasyidin ke-5. Khalifah Umar ini hanya
memerintah selama tiga tahun kurang sedikit. Menurut riwayat, beliau
meninggal karena dibunuh (diracun) oleh pembantunya.
Sebelum menjabat
Menjelang wafatnya Sulaiman, penasihat kerajaan bernama Raja’ bin Haiwah menasihati beliau, "Wahai
Amirul Mukminin, antara perkara yang menyebabkan engkau dijaga di dalam
kubur dan menerima syafaat dari Allah di akhirat kelak adalah apabila
engkau tinggalkan untuk orang Islam khalifah yang adil, maka siapakah
pilihanmu?". Jawab Khalifah Sulaiman, "Aku melihat Umar Ibn Abdul Aziz".
Surat wasiat diarahkan supaya ditulis nama Umar bin Abdul-Aziz
sebagai penerus kekhalifahan, tetapi dirahasiakan darai kalangan menteri
dan keluarga. Sebelum wafatnya Sulaiman, beliau memerintahkan agar para
menteri dan para gubernur berbai’ah dengan nama bakal khalifah yang
tercantum dalam surat wasiat tersebut.
Naiknya Umar sebagai Amirul Mukminin
Seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan
bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah
mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini".
Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki".
Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.
Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?".
Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki".
Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.
Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur.
Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?".
- Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini".
- "Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?", Tanya anaknya ingin tahu.
- Umar membalas, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat".
Apa pula kata anaknya apabila mengetahui ayahnya Amirul Mukminin yang
baru “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu
zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggungjawab Amirul Mukminin
mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar ibn Abdul Aziz terus
terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya
mendekati beliau, mengucup kedua belah mata anaknya sambil berkata
“Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang
menolong aku di atas agamaku”
Pemerintahan Umar bin Abdul-Aziz
Hari kedua dilantik menjadi khalifah, beliau menyampaikan khutbah
umum. Dihujung khutbahnya, beliau berkata “Wahai manusia, tiada nabi
selepas Muhammad saw dan tiada kitab selepas alQuran, aku bukan penentu
hukum malah aku pelaksana hukum Allah, aku bukan ahli bid’ah malah aku
seorang yang mengikut sunnah, aku bukan orang yang paling baik
dikalangan kamu sedangkan aku cuma orang yang paling berat tanggungannya
dikalangan kamu, aku mengucapkan ucapan ini sedangkan aku tahu aku
adalah orang yang paling banyak dosa di sisi Allah” Beliau kemudian
duduk dan menangis "Alangkah besarnya ujian Allah kepadaku" sambung Umar
Ibn Abdul Aziz.
Beliau pulang ke rumah dan menangis sehingga ditegur isteri “Apa yang
Amirul Mukminin tangiskan?” Beliau mejawab “Wahai isteriku, aku telah
diuji oleh Allah dengan jawatan ini dan aku sedang teringat kepada
orang-orang yang miskin, ibu-ibu yang janda, anaknya ramai, rezekinya
sedikit, aku teringat orang-orang dalam tawanan, para fuqara’ kaum
muslimin. Aku tahu mereka semua ini akan mendakwaku di akhirat kelak dan
aku bimbang aku tidak dapat jawab hujah-hujah mereka sebagai khalifah
kerana aku tahu, yang menjadi pembela di pihak mereka adalah Rasulullah
saw’’ Isterinya juga turut mengalir air mata.
Umar Ibn Abdul Aziz mula memeritah pada usia 36 tahun sepanjang
tempoh 2 tahun 5 bulan 5 hari. Pemerintahan beliau sangat menakjubkan.
Pada waktu inilah dikatakan tiada siapa pun umat Islam yang layak
menerima zakat sehingga harta zakat yang menggunung itu terpaksa
diiklankan kepada sesiapa yang tiada pembiayaan untuk bernikah dan juga
hal-hal lain.
Surat dari Raja Sriwijaya
Tercatat Raja Sriwijaya pernah dua kali mengirimkan surat kepada khalifah Bani Umayyah. Yang pertama dikirim kepada Muawiyah I, dan yang ke-2 kepada Umar bin Abdul-Aziz. Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (860-940) dalam karyanya Al-Iqdul Farid. Potongan surat tersebut berbunyi:[4]
Dari Rajadiraja...; yang adalah keturunan seribu raja ... kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-hukumnya.
Hari-hari terakhir Umar bin Abdul-Aziz
Umar bin Abdul-Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh
pembantunya. Umat Islam datang berziarah melihat kedhaifan hidup
khalifah sehingga ditegur oleh menteri kepada isterinya, "Gantilah baju khalifah itu", dibalas isterinya, "Itu saja pakaian yang khalifah miliki".
Apabila beliau ditanya “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mau mewasiatkan sesuatu kepada anak-anakmu?”
Umar Abdul Aziz menjawab: "Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa"
"Mengapa engkau tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki?"
"Jika anak-anakku orang soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang
soleh. Jika mereka orang-orang yang tidak soleh, aku tidak mau
meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai Allah lalu
menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah"
Pada waktu lain, Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya dan
berkata: "Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua
pilihan, pertama : menjadikan kamu semua kaya dan ayah masuk ke dalam
neraka, kedua: kamu miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam
surga (kerana tidak menggunakan uang rakyat). Sesungguhnya wahai
anak-anakku, aku telah memilih surga." (beliau tidak berkata : aku telah
memilih kamu susah)
Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul-Aziz.